Lintaskaltim.com, BALIKPAPAN – Warga Balikpapan bernama Kurnia Ateng nyaris menjadi korban penipuan modus mengaku petugas BPJS Kesehatan. Pelaku yang mengaku dari pihak BPJS Kesehatan di Jawa Barat itu mengatakan bahwa data kepesertaan Kurnia Ateng digunakan oleh orang lain untuk membeli obat terlarang yang mengandung narkotika dalam jumlah banyak.
Bermula saat Kurnia Ateng menerima telepon dari orang tidak di kenal berjenis kelamin perempuan belum lama ini. Perempuan tersebut mengaku dari petugas BPJS Kesehatan di Jawa Barat dan langsung menanyakan aktivitas serta posisi keberadaan Kurnia saat ini. Hingga akhirnya perempuan tersebut menjelaskan bahwa status kepesertaan Kurnia diblokir lantaran melakukan tindakan pengambilan obat-obatan yang mengandung zat narkoba di salah satu apotik Rumah Sakit daerah Bandung.
“Saya nggak tahu dapat nomor saya darimana, terus dia nyebutkan nomor BPJS saya dan itu benar semua, saya jadi kaget. Saya tanya kesalahan saya apa, katanya saya menyalahgunakan pemakaian kartu BPJS. Komunikasi saya kemudian dialihkan ke oknum lainnya yang juga mengaku sebagai petugas BPJS katanya di tanggal 9 dan 10 September 2023 saya ada melakukan pengambilan obat dalam jumlah berlebihan dan masuk dalam daftar G psikotropika di 3 rumah sakit di daerah Bandung,” ungkap Kurnia pada Senin (24/10/2023).
Kurnia pun membantah telah melakukan hal demikian lantaran tidak pernah berobat ke luar daerah. Bahkan terakhir ia menggunakan fasilitas perawatan BPJS Kesehatan pada awal Januari 2023 lalu dengan penyakit stroke yang dideritanya.
“Dijelaskan sama dia katanya ini akibat adanya pembobolan data. Semua pertanyaan mereka itu tertata rapi, ya kayak orang lagi dimintai keterangan. Kemudian dia jelaskan blokir kepesertaan ini baru bisa dibuka setelah ada surat keterangan dari kepolisian,” ujarnya.
Orang tidak dikenal itu pun mengatakan bahwa pihaknya telah memiliki tim dalam menangani kasus pembobolan data tersebut dan telah bekerjasama dengan kepolisian di seluruh Indonesia. Lantaran kasus Kurnia Ateng terjadi di Bandung, maka kepolisian di Bandung lah yang disebut-sebut menanganinya.
“Saya diminta untuk buat laporan. Jadi data-data ini untuk saya lapor tentang pengambilan obat itu, tanggal berapa, tempatnya di mana, kasusnya seperti apa, itu sebagai dasar laporan. Kemudian saya diarahkan lagi ke kepolisian,” ungkapnya.
Kemudian Kurnia mengobrol dengan seseorang oknum lainnya yang mengaku sebagai petugas kepolisian di Bandung. Layaknya penyidik, semua pertanyaan itu tertata seperti polisi dan sangat meyakinkan. Hanya saja Kurnia mulai ragu lantaran oknum tersebut menyebut rekeningnya adalah BRI.
“Saya mulai curiga dan aneh ketika dia menyebut rekening saya BRI. Begini kalimatnya. Pak laporan bapak kami terima namun kami butuh konfirmasi di Mabes Polda di Jakarta, apakah bapak ada masalah lain atau tidak dan dia minta NIK KTP saya, saya kasihlah nomor itu. Nah setelah itu dia katakana akan menghubungi kepolisia di Polda Jakarta dan saya diperdengarkan percakapan mereka melalui radio HT (Handy Talky),” sebutnya.
Dari percakapan tersebut lanjutnya lagi dikatakan jika korban memiliki kasus lainnya berupa kasus pencucian uang dan kasus narkoba yang merupakan kawanan dari pelaku gembong narkoba yang telah ditahan dan diproses. Dan dari penyidikan kasus tersebut kata oknum ini didapati surat perjanjian antara korban dan gembong narkoba tersebut. Isinya jika saya menerima 75 juta hasil 10 persen dari penjualan narkoba yang ditransfer ke rekening BRI milik korban.
“Saya bilang saya tidak punya rekening BRI. Tetapi dia bilang punya bukti-buktinya dan bisa jadi akibat dari kebocoran data. Saya semakin curiga ketika dia juga berbicara soal kejaksaan selalu menyebut bank BRI padahal saya berkali-kali tidak punya Bank BRI, hanya punya rekening di Bank Mandiri. Dan setelah beberapa kali kami berdebat nampaknya dia kalah kemudian memilih mengakhiri percakapan. Namun sebelum menutup telpon dia sempat mengancam untuk menuntut saya yang kemudia saya juga bilang akan menuntu balik,” terang kurnia.
Melihat kejanggalan tersebut kemudian korban pun akhirnya membeberkan kasus yang dialami ini melalui media social yang kemudian mendapat respon dari BPJS.
“Saya dapat keterangan dari BPJS termasuk yang dibandung jika tidak ada pemblokiran terhadap kartu BPJS saya. Dia pun tidak sempat minta uang ke saya karena selalu saya debat. Lalu bagaimana dengan warga lainnya terutama ibu-ibu, sangat berbahaya sekali,” pungkasnya.