Lintaskaltim.com, TENGGARONG – Pekerja perempuan kerap kali mendapatkan perlakuan yang tidak adil dan setara dengan pekerja laki-laki. Padahal, UU Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 telah mengatur hak-hak pekerja perempuan secara rinci dan tegas. Hak-hak ini meliputi upah, fasilitas, tunjangan, cuti, dan perlindungan kesehatan.
Kepala bidang PUG, PP, PSDGA Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kutai Kartanegara (Kukar) Chalimatus Sa’diah menyarankan bahwa setiap perempuan berhak untuk mendapatkan kesempatan kerja yang sama dengan laki-laki.
“Perempuan tidak bisa diberhentikan oleh pihak pemberi tenaga kerja dengan alasan kehamilan atau status pernikahan,” sarankan Chalimatus, Senin (4/12/2023).
Chalimatus mengulas bahwa pekerja perempuan juga berhak untuk istirahat saat haid, melahirkan, atau keguguran. Ia menyebutkan beberapa pasal dari UU Ketenagakerjaan yang mengatur hal ini.
“Pekerja perempuan yang merasa sakit saat haid dan memberitahu kepada pengusaha, tidak harus bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid,” sebut Chalimatus menyebutkan Pasal 81 (1) UU Ketenagakerjaan.
“Pekerja perempuan juga berhak mendapatkan istirahat selama 1,5 bulan sebelum dan sesudah melahirkan sesuai dengan perhitungan dokter kandungan atau bidan,” lanjut Chalimatus mengutip Pasal 82 (1) UU Ketenagakerjaan.
Selain itu, pekerja perempuan yang anaknya masih menyusu harus diberi kesempatan untuk menyusui anaknya jika hal itu diperlukan dilakukan selama waktu kerja. Hal ini dijamin oleh Pasal 83 UU Ketenagakerjaan.
“Pengusaha tidak boleh mempekerjakan perempuan hamil yang berpotensi membahayakan kandungannya dan dirinya sendiri,” kata Chalimatus mengacu pada Pasal 76 (2) UU Ketenagakerjaan.
Bila pekerja perempuan mengalami keguguran, maka ia berhak mendapatkan istirahat selama 1,5 bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan, merujuk pada Pasal 82 (2) UU Ketenagakerjaan.
Chalimatus mengharapkan agar hak-hak pekerja perempuan ini tidak jarang diketahui dan diabaikan oleh semua pihak, baik pengusaha maupun pekerja sendiri. Pekerja perempuan juga harus tahu dan paham hak-hak mereka agar tidak menjadi korban diskriminasi atau eksploitasi di tempat kerja. (ADV/DP3A Kukar)