Lintasbalikpapan.com, KUKAR – Setelah empat tahun terbengkalai akibat konflik perizinan, empat kios pedagang di lokasi wisata Pantai Pemedas, Kabupaten Kutai Kartanegara, resmi disegel oleh Pengadilan Negeri Tenggarong pada Selasa (15/5/2024). Penyegelan ini dilakukan setelah pengadilan memenangkan gugatan pemilik izin usaha, CV Luhur Abadi, sehingga dilakukan sita eksekusi.
Konflik perizinan di Pantai Pemedas, Kelurahan Teluk Pemedas, Kecamatan Samboja, akhirnya menemukan titik terang. CV Luhur Abadi berhasil memenangkan gugatan di pengadilan, sehingga Pengadilan Negeri Tenggarong memutuskan untuk melakukan sita eksekusi. Puluhan personil polisi diturunkan untuk menjaga dan memastikan proses berjalan lancar. Empat pedagang yang menempati kios-kios di sekitar pantai akhirnya sepakat menandatangani surat sita eksekusi yang disodorkan oleh pengadilan.
Hendrik, kuasa hukum CV Luhur Abadi, menyatakan bahwa sita eksekusi ini adalah bagian dari penyelesaian sengketa pengelolaan wisata Pantai Pemedas.
“Jadi pada hari ini, hari Rabu tanggal 15 Mei 2024, Pengadilan Negeri Tenggarong melaksanakan kegiatan sita eksekusi terhadap permohonan eksekusi dari pemilik yang sah, yaitu CV Luhur Abadi yang diwakili oleh Ibu Asmara Ningsih, berdasarkan putusan pengadilan Nomor 48/PDTG/2020/PN.TRG,” ujarnya.
Hendrik menjelaskan bahwa setelah sita eksekusi, masyarakat yang menempati kios-kios tersebut dilarang melakukan aktivitas apapun di lokasi wisata ini. Selanjutnya, akan dilakukan eksekusi riil, yaitu pembongkaran bangunan-bangunan liar yang masih berdiri di lokasi tersebut.
“Jadi ini hari ini sudah dilakukan sita eksekusi, setelah ini artinya tidak boleh melakukan aktivitas apa-apa, tidak boleh memindahtangankan dan lain sebagainya, karena langkah berikutnya yang kita lakukan adalah eksekusi riil yaitu pembongkaran bangunan-bangunan yang ada sekarang ini dan pengosongan barang-barang yang ada,” tambahnya.
Menurut Hendrik, konflik ini berawal dari sengketa antara pemilik izin usaha, CV Luhur Abadi, dengan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) setempat. Hendrik menekankan bahwa Pokdarwis bukan merupakan entitas legal, melainkan bentuk pengayoman dari pemerintah dalam mengelola potensi wisata lokal, sedangkan pengelolaan wisata harus memiliki izin usaha sesuai peraturan pemerintah.
Pemilik CV Luhur Abadi, Asmara Ningsih, memastikan bahwa setelah pembongkaran, pihaknya akan menata ulang bangunan dan mempercantik lokasi wisata. Rencananya, mereka akan tetap melibatkan masyarakat setempat dalam pengelolaan wisata ini untuk mendongkrak perekonomian lokal.
“Yang jelas kita tata dulu, karena sudah 4 tahun terbengkalai karena masalah hukum. Nanti kita utamakan masyarakat sekitar untuk mencari nafkah di sini. Kita tawarkan pada mereka setelah eksekusi, kita benahi dulu, kita tata, biar sedikit cantik, nanti baru mereka kita ajak kembali,” pungkas Asmara.